Mencontek merupakan suatu aktivitas
spekulasi yang tinggi dan suatu bentuk sikap ingin mendapatkan hasil instan. Segala
sistem dan taktik pencontekan sudah dikenal pelajar. Sistem suap agar mendapat
nilai baik, juga membayar guru agar membocorkan soal ulangan, sudah menjadi
praktik biasa dalam dunia pendidikan.
Mencontek dapat dikatagorikan dalam dua
bagian yaitu mencontek dengan usaha sendiri dan mencontek dengan kerjasama.
Usaha sendiri disini adalah dengan membuat catatan sendiri, buka buku atau dengan
alat bantu lain seperti membuat coretan-coretan di kertas kecil, rumus di tangan,
di kerah baju, bisa juga dengan mencuri jawaban teman. Sedangkan mencontek
dengan kerjasama dilakukan dengan cara membuat kesepakatan terlebih dahulu dan membuat
kode-kode tertentu atau meminta jawaban kepada teman.
Jika dilakukan survei terhadap jumlah
pelajar yang mencontek, maka hasil yang akan diperoleh ialah sebagian besar
(70%-90%) pelajar di Indonesia pernah mencontek. Maka dari itulah tidak salah
jika dikatakan mencontek merupakan kebudayaan di kalangan pelajar.
Salah satu alasan mencontek adalah ingin
mendapatkan nilai yang tinggi. Sebagaimana yang diketahui orintasi belajar di
sekolah hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian. Guru lebih banyak
menilai dari segi kemampuan kognitif dibanding kemampuan afektif dan
psikomotor. Inilah yang membuat pelajar mengambil jalan pintas. Sehingga dapat
dikatakan bahwa, mencontek bukan kesalahan pelajar sepenuhnya melainkan ada
peranan guru yang “memaksa” siswa melakukan hal tersebut.
Sejauh ini belum ada hukuman yang
membuat jerah kaum pelajar untuk tidak lagi mencontek. Sehingga pelajar merasa
kebal dan terbiasa dengan tradisi tersebut. Bahkan sebagian pelajar mengatakan
bahwa mencontek merupakan salah satu bentuk gotong- royong.
Jika tidak ada penanggulangan atau
hukuman yang dibuat untuk membuat pelajar jerah, maka akan terbentuk jiwa- jiwa
penipu pada generasi penerus bangsa.
No comments:
Post a Comment